Syukuri apa yang ada

Trenyuh lihat tayangan tv, seorang guru sekaligus kepala sekolah dengan pekerjaan sampingan sebagai pemulung. Katanya awalnya dari memperhatikan para pemulung bekerja, lalu tertarik mencoba. Awalnya berat dia rasakan terutama ketika  bergumul dengan sampah yang beraneka bau-nya. Tak kuat makan karena berasa hidung seakan terus membau sampah. Setelah setahun dijalani akhirnya indera  penciuman sudah terbiasa, bahkan bau asap di tumpukan sampah itu juga merupakan hal biasa, tak masalah.

Kenapa pilih profesi itu sebagai sampingan ? Secara ekonomi usaha sampingan ini jauh lebih besar ketimbang penghasilannya sebagai guru. Kenapa sampingannya dipilih yang sejalan dengan profesi utama ? Misal memberi les privat atau kursus/bimbel di luar sekolah. Menurutnya pekerjaan memulung ini jika ditotal per bulan lumayanlah untuk menyambung hidup di kota besar.

Jadi ingat penghasilanku dulu saat baru pertama kali menjadi guru. Status guru honorer, gaji per bulan 50 ribu, tak ada tambahan lain. Menangis saat pertamakali terima itu. Dlu saat kuliah sebulan terima 6x lipat dari itu untuk 2 tempat les privat. Besarnya gajiku ini tak beda jauh dengan besarnya gaji asisten dirumah, bahkan asisten plus 40 kg beras jatah dari kantor husband. Nasehat mama membuatku bertahan dan bersabar atas penghasilan itu. Meski sama penghasilan dengan asisten namun beda status.  Sing sabar, suatu saat akan berubah.

Dua tahun sebagai honorer, dinyatakan lulus tes pns. Ini murni hasil tes, membuat mama terkejut karena biasanya untuk jadi pns, perlu dana lebih untuk memuluskan keluarnya sk pns. Tak kan diijinkan oleh husband jika lalui proses seperti itu. Alhamdulillah memang rejeki tak akan kemana meski harus hijrah propinsi. Tahun 1998 resmi keluar SK cpns dengan gaji masih 80%, besarnya 3x lipat dari gaji honorer. Buah kesabaran dan patuh nasehat orangtua.

Besar kecil gaji relatif, tergantung individu mensyukuri apa yang diperolehnya.   Dibuat cukup, insya Allah cukup. Dibuat tak cukup, beneran jadi tak cukup, maka itu perlu dicari tambahan dan usaha sampingan untuk menutupi tak cukup itu. Tak dipungkiri, hidup di kota besar jauh lebih konsumtif dibanding di daerah, apalagi di pelosok hutan, halah jauh amat :). Beneran beda, sebab pernah tinggal di pelosok Jawa Timur, meski belum pelosok banget, cukup saja dengan gaji pns. Beda dengan di kota besar, ada aja kebutuhan diluar yang rutin yang kudu harus juga dipenuhi sehingga perlu siasat dan trik gimana caranya segitunya gaji cukup untuk semua.

Syukuri apa yang ada, hidup adalah anugrah. tetap jalani hidup ini, melakukan yang terbaik.. *a little song

Tinggalkan komentar